10 Januari 2014

AMAN DAN TENTRAM DENGAN BERTAUHID


Para Ahli Tauhid hatinya selalu tenang dan
aman, sebab mereka tidak pernah takut kecuali
kepada Allah saja. Ahli Tauhid merasa aman ketika
manusia ketakutan dan merasa tenang ketika mereka
kalut. Allah berfirman, “Orang-orang yang beriman dan
tidak mencampuradukkan imam mereka dengan
kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang
mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang
yang mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82). Ayat ini
memberi kabar gembira kepada orang-orang yang
beriman yang menauhidkan Allah. Mereka yang tidak
mencampuradukkan antara keimanan dengan
kesyirikan, sungguh mereka akan mendapatkan
keamanan yang sempurna dari Allah. Keamanan ini
bersumber dari dalam jiwa, bukan oleh penjagaan
manusia atau pihak keamanan. Dan keamanan yang
dimaksud adalah keamanan di dunia dan akhirat.
Sebab, Ahli Tauhid mengetahui bahwa kezholiman
yang terbesar adalah syirik kepada Allah
sebagaimana penjelasan Rasulullah ketika para
shahabat bertanya tentang maksud dari ayat di atas
dalam hadits dari shahabat Abdullah bin Mas’ud
radhiallahu ‘anhuma. Abdullah bin Mas’ud
meriwayatkan, “Ketika ayat ini turun (Al-An’am: 82),
banyak umat Islam yang merasa sedih dan berat.
Mereka berkata siapa di antara kita yang tidak
berlaku zhalim kepada dirinya sendiri? Lalu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab:
“Yang dimaksud bukan (kezhaliman) itu, tetapi syirik.
Belumkah kalian mendengar nesihat Luqman kepada
puteranya, ‘Wahai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah. Sesungguhnya
mempersekutukan Allah (syirik) benar- benar suatu
kezhaliman yang besar’.(Luqman: 13)”. (Muttafaq
‘alaih). Sungguh, para Shahabat Nabi sangat takut
jika diri mereka berbuat zhalim (syirik) kepada Allah,
maka pakah kita tidak merasa takut jika kita berbuat
syirik kepada Allah?? Ayat ini merupakan kabar
gembira bagi setiap orang yang selalu meninggikan
Kalimatut Tauhid, yang tidak mencampuradukkan
antara keimanan dan kesyirikan, sungguh mereka
akan mendapat pertolongan dan keamanan dari siksa
Allah di akhirat.
Sebagai Pembawa Kebahagiaan dan Pelebur Dosa
Seorang ahli tauhid yang memurnikan
ibadahnya hanya kepada Allah saja dan menjauhi
segala praktik kesyirikan, maka ia akan mendapatkan
kebahagiaan yang sejati bagi dirinya, dan menjadi
penyebab bagi penghapusan segala dosanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
(yang benar untuk disembah) kecuali Allah semata, tiada
sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan
rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya
lepada Maryam serta ruh daripada-Nya, dan (bersaksi
pula bahwa) surga hádala benar adanya dan Neraka pun
benar adanya maka Allah pasti memasukkannya ke
dalam surga, apapun amalan yang diperbuatnya.” (H.R.
Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, siapa saja
yang murni aqidah dan tauhidnya, tanpa
mengotorinya dengan kesyirikan, maka Allah
menjanjikan Surga kepadanya. Walaupun, sebagian
amalannya terdapat dosa dan maksiat. Dalam sebuah
hadits Qudsi, Allah berfirman: “Hai anak Adam,
seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa
sepenuh bumi, sedangkan engkau tidak menemui-Ku
dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku sedikitpun,
niscaya Aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi
pula.” (H.R. Tirmidzi dan adh-Dhayya’, hadits
hasan). Wahai kaum Muslimin, seandainya kita
menemui Allah dengan membawa dosa dan maksiat
sepenuh bumi, tetapi kita meninggal dalam keadaan
bertauhid, insya Allah, segala dosa kita akan
diampuni oleh Allah, dan pasti masuk surga dan
tidak akan kekal di neraka.
Hak Allah yang Pertama dan Terakhir yang Harus
Ditunaikan Hamba-Nya
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak
mengampuni dosa syirik, dan Allah mengampuni dosa
selain itu bagi orang-orang yang Dia kehendaki” (An
Nisaa’: 116). Sehingga syirik menjadi larangan yang
terbesar. Maka, tauhid merupakan perintah yang
paling besar, sebab tauhid merupakan lawan dari
tauhid. Oleh karena itu, setiap manusia wajib
menauhidkan Allah. Allah menyebutkan kewajiban ini
sebelum kewajiban lainnya yang harus ditunaikan
oleh hamba. Allah Ta’ala berfirman, “Sembahlah Allah
dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun, dan berbuat baiklah pada kedua orang tua” (An
Nisaa’: 36). Kewajiban ini lebih wajib daripada
semua kewajiban, bahkan lebih wajib daripada
berbakti kepada orang tua. Allah berfirman, “Dan jika
keduanya (orang tua) memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya…” (Luqman : 15). Sehingga
seandainya orang tua memaksa anaknya untuk
berbuat syirik maka tidak boleh ditaati dengan cara
yang baik dan lemah lembut.
Sebagaimana telah dijelaskan di awal risalah
ini, Rasul memerintahkan para utusan dakwahnya
agar menyampaikan tauhid terlebih dahulu sebelum
yang lainnya. Yaitu, Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepada Mu’adz bin Jabal rodhiyallohu ta’ala
‘anhu , “ Jadikanlah perkara yang pertama kali kamu
dakwahkan ialah agar mereka menauhidkan
Allah.” (riwayat Bukhari dan Muslim). Selain itu, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda, “ Barang
siapa yang perkataan terakhirnya Laa ilaaha illallah
niscaya masuk surga” (riwayat Abu Dawud, Ahmad
dan Hakim dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul
Gholil).
Dua hadits di atas menjadi dalil bahwa tauhid
merupakan kewajiban yang paling pertama yang
harus ditunaikan oleh setiap manusia pun menjadi
kewajiban yang terakhir bagi setiap umat. Oleh
karena itu, bersyukurlah bagi siapa saja yang
senantiasa menauhidkan Allah, dan semoga kita
semua mati dalam keadaan bertauhid kepada Allah,
tanpa syirik sedikitpun.

Bagaimana cara menauhidkan Allah?

Setelah kita mengetahui bahwa tauhid
memiliki keutamaan dan kedudukan yang tinggi di
dalam Islam, maka wajib bagi kita untuk selalu
menauhidkan Allah, memurnikan syahadatain Laa
ilaaha illallah Muhammadar Rasuulullah, dengan cara
mempelajari atau mengilmuinya, yaitu dengan
mempelajari Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah
(Hadits) Rasulullah sesuai dengan pemahaman para
Shahabat Nabi. Mengapa harus pemahaman
Shahabat Nabi, dan bukan yang lainya?? Karena
Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman, “Orang-orang
yang terdahulu (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin
dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah telah ridha kepada mereka dan
merekapun telah ridha kepada Allah. Allah telah
menyiapkan bagi mereka surga-surga yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (At
Taubah: 100).
Para Shahabat Radhiallahu ‘anhum yang
telah dijanjikan Surga oleh Allah, menjadikan aqidah
sebagai ruh dalam menjalankan segala aktivitas
mereka, termasuk ketika jihad melawan orang kafir.
Kemenangan selelu diraih oleh pasukan Islam ketika
berperang meninggikan kalimat Tauhid melawan
orang kafir. Sebab, para Shahabat hanya menjadikan
Allah saja sebagai penolong mereka. Maka,
beruntunglah orang-orang yang mengikuti Muhajirin
dan Anshar (para Shahabat) dalam segala hal
termasuk masalah aqidah. Semoga Allah
mengumpulkan kita di Jannah-Nya bersama para
nabi dan rasul, dan ahli tauhid (umat Islam).
Sedangkan dalil untuk mengilmui/
mempelajari tauhid (Laa ilaaha illallah) sebagaimana
firman Allah, “Maka ketahuilah, bahwa tidak ada
sesembahan (yang benar untuk disembah) selain Allah,
dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa)
orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah
mengetahui tempat usaha dan tempat
tinggalmu.” (Muhammad: 19). Juga firman-Nya, “Dan
perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk
manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang
yang berilmu.” (Al-‘Ankabut: 43). Dan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa
mati dalam keadaan berilmu tentang Laa ilaaha Illallah,
maka dia pasti masuk Surga.” (H.R. Ahmad, Shahih).
Maka, kita wajib mengilmui makna yang diinginkan
dari kalimat tersebut, baik yang dinafikan (ditolak)
maupun yang ditetapkan, dan kemudian berusaha
mengamalkannya.
Namun, sangat disayangkan betapa banyak
ummat Islam di zaman ini yang meremehkan dan
lalai, bahkan bodoh dalam masalah aqidah!! Ini
merupakan suatu musibah besar bagi Ummat Islam!!
Sehingga, pantaslah kekalahan selalu diderita oleh
umat Islam pada saat ini. Semoga hal ini menjadi
pelajaran bagi mereka yang mau berpikir. Wallaahu
A’lam bish-Shawab .

Tidak ada komentar: